Senin, 31 Desember 2012

Syukur Nikmat ataukah Kufur Nikmat di Tahun Baru 2013 ?

Syukur Nikmat ataukah Kufur Nikmat di Tahun Baru 2013 ?

Sahabat pembaca kisah Jawilan yang budiman, kali ini aa rony akan menguraikan seputar penomena atau kegiatan yang dilakukan oleh sebagian atau bahkan hampir oleh semua orang dalam menyambut atau merayakan tahun baru 2013, kegiatannya pun beragam ada yang ke puncak, 

Ada yang ke pantai, ada yang di alun-alun kota, ada yang di bioskop, yang kebanyakan mereka adalah bukan pasangan yang sah/ suami istri Naudzubillah mindzalik, atau ada juga yang mengadakan kegiatan muhasabah di mesjid-mesjid ataupun musholla tapi ironis semua itu jarang di lakukan hanya segelintir orang saja kalo kita sudah melakukan hal-hal seperti itu di awal tahun baru 2013 apakah kita mensyukuri nikmat dari Allah atau kah justru mengkufuri nya

Banyak orang yang membuat posting di dinding FB "semoga di tahun 2013 ini bisa menjadi lebih baik, banyak rizki, dan bisa lebih sukses" hmmmm jika membaca posting itu seperti ada ke inginan untuk memperbaiki diri tapi kok kenapa ketika menyambut tahun baru nya ko malah pada hura-hura, melakukan kegiatan penuh dengan kemaksiatan apakah tidak sadar katanya ingin menjadi lebih baik tapi ko justru menjadi lebih buruk 

Menjelang detik-detik tahun baru apalagi jam sudah menunjukan pukul 23.00 orang - orang mulai sibuk mempersiapkan gegap gempita datangnya tahun baru masehi. Suara terompet bertebaran di mana-mana, pada teriak histeris apa maksud nya semua itu. Lalu, bagaimana islam memandang perayaan tahun baru ini? Telah diketahui semua orang bahwa perayaan tahun baru masehi bukanlah kebudayaan islam. Bahkan kebudayaan ini berasal dari kebudayaan non muslim. 

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya untuk meninggalkan dan menjauhi perayaan-perayaan terutama yang berulang pada setiap tahunnya (‘Ied) yang berasal dari non muslim. Dalam hadits yang shahih dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, “Dua hari untuk apa ini ?” Mereka menjawab, “Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah.” 

Lantas beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya: Iedul Adha dan Iedul Fithri.” (HR. Abu Dawud) Dan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival seperti mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka.” (Lihat ‘Aun Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarah hadits no. 3512) Kemudian Allah juga mengisyaratkan hal yang sama. 

Allah Ta’ala menjelaskan ciri-ciri ‘Ibadur Rahman (hamba-hamba Allah yang beriman): والذين لا يشهدون الزور وإذا مروا باللغو مروا كراما Artinya: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Qs. Al-Furqan: 72) Sebagian ulama seperti Rabi’ bin Annas rahimahullah menafsirkan الزور (az zuur) pada ayat diatas dengan “hari-hari besar kaum musyrikin” (Lihat Mukhtashor Al Iqtidho‘) 

Maka, sikap hamba-hamba Allah yang beriman terhadap perayaan orang-orang non muslim adalah tidak mengikutinya, namun berlalu saja dengan penuh kemuliaan sebagai seorang muslim. Maka juga termasuk bentuk merayakan seperti menghadiri, atau minimal hanya membeli terompet saja untuk merayakannya, hal ini bertentangan dengan ayat diatas dan patut diragukan keimanannya. Islam Melarang Tabdzir Dalam merayakan tahun baru, tentu ada biaya yang dikeluarkan. Bahkan, sampai-sampai ada yang menghabiskan uang 1 sampai 2 milyar hanya untuk mengadakan acara peringatan pergantian tahun baru! Padahal acara tersebut tidak memiliki manfaat yang begitu berarti, baik untuk kebutuhan duniawi apalagi kebutuhan ukhrowi. 

Maka acara seperti ini dalam syariat islam dinilai sebagai acara yang sia-sia saja/mubadzir. Sehingga menghamburkan banyak harta dalam acara seperti ini adalah termasuk menyia-nyiakan harta, atau disebut juga tabdzir, Allah melarang perbuatan tersebut dan mengecam pelakunya yang disebut mubadzir. Allah Ta’ala berfirman: إن المبذرين كانوا إخوان الشياطين وكان الشيطان لربه كفورا Artinya: “Sesungguhnya para mubadzir (pemboros) itu adalah saudara-saudara dari setan. Dan setan itu adalah makhluk yang ingkar terhadap Rabb-nya.” (Qs. Al Isra: 27) Allah Ta’ala tidak mencintai orang-orang yang memboroskan harta. Sedangkan uang yang digunakan untuk perayaan tahun baru adalah termasuk perkara membuang-buang harta. 

Maka seorang muslim yang baik tidak akan mau dengan mudah membuang-buang harta hanyanya untuk perayaan semacam ini yang sama sekali tidak akan menambah kemuliaannya di dunia maupun di akhirat. Islam Melarang Bergadang Tanpa Manfaat Pada malam tahun baru, kebanyakan orang akan menunda jam tidur mereka demi menunggu hingga pukul 12 malam (pukul 00.00), dimana terjadi pergantian tahun masehi. 

Mereka isi waktu tersebut dengan bersenang-senang,hura-hura, asik-asika di pantai,di puncak, ngobrol, konvoi keliling kota, dan banyak hal yang tidak bermanfaat yang dilakukan. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci ngobrol-ngobrol atau kegiatan tak berguna lainnya yang dilakukan setelah selesai shalat isya. Jika tidak ada kepentingan, Rasulullah menganjurkan untuk langsung tidur, agar dapat bangun di malam hari untuk beribadah. 

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kepada kami tercelanya mengobrol sesudah shalat ‘lsya.’” (HR. Ahmad, Ibnu Majah) Islam sebagai agama yang penuh rahmah, melarang umatnya untuk bergadang tanpa manfaat. ‏ Juga diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh mengobrol (pada malam hari) kecuali dua orang; Orang yang akan shalat atau musafir.” (HR. Ahmad) 

Maka orang yang begadang, menghabiskan malamnya untuk menunggu dan menikmati tahun baru, telah melanggar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas. Dengan begadang, mereka melalaikan shalat malam, berdzikir pada Allah Ta’ala, di pagi hari pun kesiangan dan telat melaksanakan sholat shubuh. Sungguh, banyak sekali kerugian akibat dari mengikuti perayaan tahun baru ini. Sedikit uraian diatas semoga dapat dijadikan sebagai renungan bagi kita untuk berpikir seribu kali sebelum mengikuti dan menghadiri acara perayaan tahun baru. Karena selain terdapat larangan untuk mengikutinya, juga terdapat kerugian yang besar akibat dari mengikutinya. 

Jika hal itu kita lakukan, mesti nya kita bertanya terhadap diri kita sendiri " Apakah dengan melakukan hal itu termasuk Syukur Nikmat atau Kufur Nikmat?" Kalo kita lihat di timur tengah khususnya di Yaman tidak ada acara perayaan tahun baruan seperti di Negara kita atau di Negara lainnya, di dunia International ma'ruf bahwa Indonesia adalah Negara Islam terbesar di Dunia tapi ironis nya justru di Indonesia sangat ramai ummat Islam dalam merayakannya padahal kita tahu bahwa budaya itu adalah bukan budaya Islam Mari kita kembali kepada Do'a dan harapan sebagaimana telah kita buat dalam postingan FB, Twitter dan di jejaring sosial lainnya bahwa kita ingin menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya

Mari kita rubah sikap dan kebiasaan buruk dalam menyambut tahun baru karena hal itu mubadzir dan merugikan diri kita sendiri, ingat semua amalan dan perbuatan kita akan ada balasannya di Akhirat kelak, mari kita bermuhasabah dan memperbaiki diri, tidak ada kata terlambat untuk menjadi yang lebih baik, jabat erat bravo.

0 komentar:

Posting Komentar

Para Pengunjung TBM Maktabah Jawilan Yang Terhormat Silahkan Tinggalkan Komentar Disini !

Bagi Yang Menggunakan Profile "Anonymous" Mohon Tuliskan Nama dan Email Sobat !!!!

Thx AA H. Rony

CARI TULISAN DISINI
PILIH BAHASA